Secara ekonomis
pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada atau dipengaruhi
oleh keadaan iklim dan tanah. Kebutuhan pokok lainnya yang tak dapat diabaikan
adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama dan
penyakit. Setelah persyaratan tersebut dapat dipenuhi, suatu hal yang juga
penting adalah pemeliharaan, seperti: pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh,
dan pemberantasan hama dan penyakit.
Iklim yang
Cocok untuk Tanaman Kopi
Persyaratan
iklim kopi Arabika :
Garis lintang 6‐9o LU sampai 24o
LS.
Tinggi tempat 1250 s/d 1.850 m
dpl.
Curah hujan 1.500 s/d 2.500
mm/th.
Bulan kering (curah hujan <
60 mm/bulan) 1‐3 bulan.
Suhu udara rata‐rata 17‐21o C.
Persyaratan
iklim Kopi Robusta :
Garis lintang 20o LS sampai 20o
LU.
Tinggi tempat 300 s/d 1.500 m
dpl.
Curah hujan 1.500 s/d 2.500
mm/th.
Bulan kering (curah hujan <
60 mm/bulan) 1‐3 bulan.
Suhu udara rata‐rata 21‐24o C.
Pengaruh angin
:
Pohon tanaman
kopi tidak tahan terhadap goncangan angin kencang, lebih‐lebih dimusim kemarau.
Karena angin itu mempertinggi penguapan air pada permukaan tanah perkebunan.
Selain mempertinggi penguapan, angin dapat juga mematahkan dan merebahkan pohon
pelindung yang tinggi, sehingga merusakkan tanaman di bawahnya.
4.2. Tanah
Sehubungan
dengan tanah ini yang penting untuk dipelajari terutama sifat fisik tanah dan
sifat kimia tanah.
a. Sifat fisik
tanah untuk pertanaman kopi
Sifat fisik
tanah meliputi: tekstur, struktur, air dan udara di dalam tanah. Tanah untuk
tanaman kopi berbeda‐beda, menurut keadaan dari mana asal tanaman itu. Pada
umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam, gembur,
subur, banyak mengandung humus, dan permeable, atau dengan kata lain tekstur
tanah harus baik. Tanah yang tekstur/strukturnya baik adalah tanah yang berasal
dari abu gubung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang demikian
pergiliran udara dan air di dalam tanah berjalan dengan baik. Tanah tidak
menghendaki air tanah yang dangkal, karena dapat membusukkan perakaran,
sekurang‐kurangnya kedalaman air tanah 3 meter dari permukaannya. Akar tanaman
kopi membutuhkanoksigen yang tinggi, yang berarti tanah yang drainasenya kurang
baik dan tanah liat berat adalah tidak cocok. Sebab kecuali tanah itu sulit ditembus
akar, peredaran air dan udara pun menjadi jelek.
Demikian pula
tanah pasir berat, pada umumnya kapasitas kelembaban kurang, karena kurang
dapat mengikat air. Selain itu tanah pasir berat juga mengandung N atau zat
lemas. Zat lemas sangat dibutuhkan oleh tanaman kopi, terutama dalam
pertumbuhan vegetatif. Hal ini dapat dibuktikan pada pertumbuhan tanaman di
tanah‐tanah hutan belantara hasilnya sangat
memuaskan,
karena humus banyak mengandung berbagai macam zat yang dibutuhkan untuk
petumbuhan dan pembuahan.
Sebaliknya pada
tanah‐tanah yang ditanami kembali (tanaman ulang = replanting) pertumbuhan dan
hasilnya kurang memuaskan. Maka apabila dipandang perlu tanaman ulang ini
hendaknya diganti dengan tanaman yang tidak sejenis, karena tanaman yang berlainan
kebutuhan zat makanan juga berbeda.
b. Sifat Kimia
Tanah
Sifat kimia
tanah yang dimaksud di sini ialah meliputi kesuburan tanah dan PH. Di atas
telah dikemukakan, bahwa tanaman menghendaki tanah yang dalam, gembur dan
banyak mengandung humus.
Hal ini tidak
dapat dipisahkan dengan sifat kimia tanah, sebab satu sama lain saling
berkaitan. Tanah yang subur berarti banyak mengandung zat‐zat makanan yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi.
Tanaman kopi
menghendaki reksi yang agak asam dengan PH 5,5 ‐ 6,5. Tetapi hasil yang baik
sering kali diperoleh pada tanaman yang lebih asam, dengan catatan keadaan
fisisnya baik, dengan daun‐daun cukup ion Ca++ untuk fisiologi zat makanan
dengan jumlah makanan tanaman yang cukup. Pada tanah yang bereaksi lebih asam,
dapat dinetralisasi dengan kapur tohor, atau yang lebih tepat diberikan dalam
bentuk pupuk; misalnya serbuk tulang/Ca‐(PO2) + Calsium metaphospat/Ca(PO2).
Bercocok Tanam
Tanaman Kopi
Dalam rangka
bercocok tanam kopi, selain memperhatikan keadaan iklim, jenis dan varietas
yang akan ditanam, juga harus diperhatikan pekerjaan‐pekerjaan yang akan
dilaksanakan, seperti :
Pembibitan dan
Persemaian Tanaman Kopi
Bibit yang akan
ditanam dapat berasal dari :
‐ biji
(zaaling), pembiakan secara genertaif.
‐ Sambungan
atau stek, pembiakan secara vegetatif.
Pembiakan Bibit
Tanaman Kopi dari Biji
Cara memperoleh
biji kopi :
1. Dari kebun sendiri, biji diambil
dari pohon yang telah diketahui mutunya. Pohon induk yang produksinya cukup
tinggi, tahan terhadap nematoda, bubuk buah maupun bubuk batang, atau dengan
kata lain yang tahan terhadap hama dan penyakit.
2. Balai penelitian perkebunan,
bersumber dari kebun percobaan yang menghasilkan biji telah teruji
keunggulannya.
Cara memilih
dan memelihara biji kopi:
Buah yang
dipungut adalah yang masak, kemudian dipilih yang baik, tidak cacat dan yang
besarnya normal. Jika biji ini tidak memenuhi syarat harus disingkirkan. Semua
buah/biji kopi yang memenuhi syarat kemudian dikerjakan sebagai berikut:
. Biji
dikelupas kulitnya, dinjak‐injak dengan kain, tetapi kulit tanduk tidak sampai
lepas.
. Lendir
yang melekat dibersihkan, dengan jalan dicuci atau digosok permukaannya dengan
abu dapur.
. Setelah
bersih biji dikering anginkan satu atau dua hari, tidak langsung terkena sinar
matahari, melainkan kering angin.
. Biji‐biji
yang sudah kering, selanjutnya diadakan pemilihan yang kedua kalinya. Jika biji
kopi itu hampa dan bentuknya jelek, harus disortasi, tidak perlu disemai.
Cara menyimpan
biji kopi:
Biji‐biji kopi
yang telah dipilih dalam keadaan kering dapat terus disemaikan. Untuk menungggu
musim persemaian yang tepat, biji dapat disimpan untuk sementara waktu. Dan
untuk menghindari terjadinya serangan hama bubuk atau untuk memetikan bubuk
yang mungkin ada, maka biji‐biji kopi tersebut bisa dimasukkan dalam peti
dengan jalan:
. Pada
dasar peti diberi lapisan kain yang diberi minyak terpentin dengan dosis 1 cc /
100 cm2. Dan di atas kain pada lapisan biji setebal 5 cm, diberi kain lagi yang
diberi minyak terpentin pula, demikian seterusnya sehingga peti itu penuh.
. Bila
peti itu sudah penuh, kemudian ditutup rapat‐rapat dan dibiarkan selama 3 hari
3 malam agar semua hama mati karenanya.
. Kalau
penyimpanan itu berlangsung agak lama, maka biji tersebut perlu dicampur dengan
bubuk arang yang dibasahi dengan air, dengan perbandingan 1 kg bubuk arang :
150 cc air.
. Perbandingan
antara biji dan bubuk arang yakni 3:1. Atau 3 kg biji dicampur 1 kg bubuk arang
yang telah dibasahi tadi.
Lamanya
penyimpanan biji kopi:
Penyimpanan
biji tidak boleh terlalu lama, sebab jika terlalu lama daya tumbuhnya akan
menurun atau akan habis sama sekali.
Biji‐biji kopi
yang baru akan tumbuh 90 ‐ 100%, sedang yang disimpan sekitar 6 bulan daya
tumbuhnya 60 ‐ 70%. Sebaiknya penyimpanannya jangan sampai lebih dari 3 bulan,
dan yang paling baik ialah bila penyimpanan itu dilakukan sekitar dua bulan.
Penyimpanan dimasukkan kedalam ruangan yang gelap dan sejuk.
Penaburan biji
kopi:
Bibit kopi
dapat ditanam setelah umur 8‐9 bulan. Maka penaburan biji kopi dipersemaian
harus memperhatikan rencana penanaman.
. Kalau
bibit kopi ditanam sebagai zaailing, maka baiklah bila biji itu ditaburkan pada
bulan Januari ‐ Februari. Dengan demikian kelak musim tanam tiba bibit sudah
berumur 10‐11 bulan.
. Kalau
bibit akan ditanam sebagai sambungan, baiklah kalau biji itu ditaburkan pada
bulan Agustus. Selanjutnya bibit dapat disambung pada umur satu tahun. Dan pada
waktu itu masih banyak biji yang segar. Bila kelak bibit akan ditanam pada
bulan November/Desember bibit sambungan tersebut sudah berumur 4 bulan.
. Banyaknya
biji yang akan ditaburkan tentu saja harus disesuaikan dengan luas rencana
penanaman. Biji yang ditaburkan perlu diperhitungkan 2 kali lipat dari bibit
yang akan ditanam, hal ini bila ditanam sebagai zaailing. Tetapi bila bibit itu
akan disambung, maka jumlah biji yang akan ditaburkan adalah dua setengah kali
dari rencana penanaman. Hal ini mengingat bahwa daya tumbuh sambungan belum
tentu bisa mencapai 100%.
Persemaian biji
kopi :
Persyaratan
tempat persemaian biji kopi, sebagai berikut:
1. Tanah sedapat mungkin dipilih yang
agak datar, subur, dan banyak mengandung bunga tanah.
1. Dekat perumahan dan sumber air, agar
memudahkan pengamatan dan pemeliharaan pada musim kemarau, terutama dalam
melakukan penyiraman.
2. Ada pohon pelindung, agar dapat
menahan terik matahari dan percikan air hujan yang lebat, sehingga tidak
merusakkan bibit.
3. Terhindar dari bibit penyakit dan
hama, tempat‐tempat yang akan dipergunakan sebagai persemaian sebaiknya
diselidiki terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya infeksi penyakit dan
hama. Sehingga apabila ada bibit penyakit atau hama harus diadakan pencegahan
dan pemberantasan.
4. Semprotkan larutan MiG‐6PLUS ( 10ml
MiG‐6PLUS : 1 liter air) tipis pada permukaan lahan persemaian. Untuk lahan
persemaian dengan luas 10m2.
Tingkat
penyemaian biji kopi ada dua tingkat, yaitu: tingkat perkecambahan, dan dederan
bibit (pemindahan dari perkecambahan).
a. Tingkat
perkecambahan biji kopi
Sebelum ditanam
di persemaian, semua biji dikecambahkan lebih dahulu. Pada tempat perkecambahan
dibentuk bedengan‐bendengan dengan ukuran lebar 1,2 m dan panjang 2,4 m.
Selanjutnya pada bedengan itu dilapisi pasir setebal 5 ‐ 10 cm, dan di atas
bedengan diberi atap.
Semua biji
dibenamkan pada lapisan pasir menghadap ke bawah, artinya bagian punggung di
atas, dan bagian perut menghadap ke bawah. Pembenaman dilakukan sedemikian rupa
sehingga bagian teratas kelihatan rata dengan lapisan pasir. Biji dibenamkan
secara berderet dalam satu baris, jarak antara baris larikan yang satu dengan
lainnya 5 cm. Sedangkan jarak antara biji dengan biji 2,5 cm.
Setiap 1 m bisa
memuat 2.000 ‐ 3.000 biji kopi, hal ini sangat tergantung pada besar kecilnya
biji dan jenisnya. Biji yang ditaburkan bisa dengan kulit biji tanduk atau
tanpa kulit tanduk. Tetapi lebih baik biji kopi tersebut dilepas kulit
tanduknya, sehingga mereka akan lebih cepat tumbuh dan tidak menjadi sarang
penyakit.
Setelah selesai
pembenaman, biji‐biji kopi tersebut diberi pasir lagi, tipis‐tipis saja. Tempat
perkecambahan ini harus dijaga supaya tetap lembab. Untuk menjaga kelembaban
biji‐biji tersebut, di atas bedengan yang tertutup pasir tadi diusahakan
ditutup dengan lalang atau jerami yang dipotong‐potong antara 0,5 ‐ 1 cm,
kemudian diadakan penyiraman dua atau tiga kali sehari. Setelah berumur 4 ‐ 8
minggu, biji kopi tersebut akan berkecambah, kemudian dapat dipindahkan ke
persemaian atau tempat dederan.
Proses
perkecambahan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Di dataran rendah yang
beriklim panas dengan suhu 820, perkecambahan itu makan waktu 3 ‐ 4 minggu.
Sedangkan di dataran tinggi yang beriklim dingin perkecambahan makan waktu 6 ‐
8 minggu.
Selama proses
perkecambahan, cotyledon‐cotyledon dan embrio kecil pada biji kopi membengkak
dengan menghisap endosperma, kemudian akar kecil (radicula) dan hypocotyl
tumbuh. Akhirnya hypocotyl muncul dari tanah dengan bentuk membungkuk dan
berdiri tegak dengan mengangkat cotyledon‐cotyledon yang masih tertutup oleh
endosperma dan kulir ari serta endosperma. Pertumbuhan pada tingkat demikian
sering disebut "soldatje" atau serdadu.
Dalam pertumbuhan
soldatje itu untuk sementara berhenti tumbuh lebih kurang 1 bulan. Kemudian
mulai tumbuh lagi, yakni cotyledon membesar sehingga endosperma dan kulit ari
sobek kemudian endoscarp lepas. Selanjutnya cotyledon terangkat seolah‐olah
masih melekat, kemudian terpisah, tumbuh sepasang keping daun yang disebut
"kepel".
Semai dalam
tingkat ini sudah berumur 2 ‐ 3 bulan, selanjutnya dapat dipindahkan ke
persemaiaan.
b. Dederan
bibit kopi
Kecambah kopi
yang dipindahkan dapat berupa serdadu (soldatje) atau kepel (kecambah yang
kepingnya sudah membuka). Kecambah kopi yang dipindahkan kepersemaian harus
dilakukan dengan sangat hati‐hati, supaya akar tidak rusak. Pemindahan ini
tidak boleh dicabut, melainkan harus disongkel dengan sebilah bambu atau solet.
Sebelum bibit dipindahkan kepersemaian harus diseleksi bentuk perakarannya
terlebih dahulu, karena akar yang pertumbuhannya bengkok kurang baik, tanaman
menjadi kerdil.
Tanah
persemaian dicangkul sedalam 30 cm atau lebih, karena bibit akan berada
dipersemaian agak lama, sekurang‐kurangnya 9 bulan. Agar tanah itu strukturnya
baik, setelah pencangkulan itu sudah bersih dari batu‐batuan dan sisa‐sisa
kayu, kemudian barulah diberi pupuk organik. Pupuk tersebut dapat berupa pupuk
kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau dan lain sebagainya. Selanjutnya
pada tanah persemaian dibuat bedengan‐bedengan dengan ukuran lebar 1,20 m dan
panjang 10 m, dan bedengan tersebut dibuat membujur ke arah utara ‐ selatan.
Bilamana
bedengan telah siap, semai dalam bentuk kepelan/serdadu dapat dipindahkan.
Kalau semua ini akan ditanam sebagai zaailing yang lebih muda, jarak tanamnya
bisa dibuat 15 x 30 cm. Tetapi kalau bibit tersebut akan disambung, jarak harus
diperpanjang, antara 20 x 40 cm. Artinya jarak tanam 20 cm dan jarak antar
baris 40 cm.
Penanaman harus
dilakukan dengan hati‐hati sekali, dengan maksud supaya akar dan batang kepelan
tidak rusak. Untuk keperluan tersebut tempat‐tempat yang akan ditanami harus
dibuat lubang terlebih dahulu dengan suatu alat tertentu, misalnya bilah bambu
atau tusuk. Kemudian barulah bagian akar dan batang ditempelkan pada salah satu
sisi lubang dengan tangan kiri, dan tangan kanan melakukan pemadatan tanah
dengan hati‐hati sekali. Jarak antara daun kepelan dengan tanah lebih kurang 3
cm.
Berikan lahan
dederan dengan larutan MiG‐6PLUS (10 ml MiG‐6PLUS : 1 liter air), semprotkan
tipis dan merata pada permukaan lahan pendederan. Larutan tersebut cukup untuk
10m2, ulangi 2 minggu sekali.
Sedangkan untuk
bibit kelapa sawit pemberian pupuk hayati MiG‐6PLUS selama pembibitan dalam
polybag adalah : larutkan 10 ml MiG‐6PLUS : 1 liter air, Kemudian berikan pada
± 20 polybag ulangi setiap 2 minggu sekali.
5.1.2. Bibit
Tanaman Kopi Asal Kultur Jaringan
Bahan yang
digunakan adalah potongan daun kopi muda yang masih berwarna hijau kemerahan
atau hijau segar. Daun tersebut dipotong kecil‐kecil berukuran kurang lebih 5
mm berbentuk segi empat atau kotak. Potongan daun tadi ditanam di dalam cawan
kecil yang berisi campuran bahan‐bahan khusus yang telah dibuat dan
diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi potongan daun kopi
tersebut.
Campuran
bahan‐bahan ini dinamakan “media.” Untuk membuat potongan daun mampu tumbuh dan
berkembang, tentunya perlu beberapa perlakuan khusus agar dapat berhasil
membentuk bibit yang sempurna. Perlakuan ini dilakukan di laboratorium, rumah
kaca, dan tempat persemaian di kebun. Perlakuan yang diberikan di laboratorium
meliputi jenis media,
macam dan kadar
zat pengatur tumbuh, kondisi penanaman yang paling sesuai, dan sebagainya.
Sebelum menjadi
tanaman, potongan daun tersebut akan membentuk gumpalan‐gumpalan yang berwarna
putih‐kekuningan dan krem, berbentuk bulat atau lonjong yang disebut sebagai
"kalus". Selanjutnya kalus ini akan tumbuh dan berkembang menjadi
calon atau bakal bibit yang disebut "embrio". Dalam beberapa
percobaan, ada juga dari potongan daun langsung membentuk embrio. Embrio inilah
yang akan tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang ukurannya kecilkecil.
Selanjutnya, bibit dipindah ke dalam botol yang sesuai dengan ukuran bibit agar
tumbuh dan berkembang lebih jauh menjadi tanaman yang lebih besar. Pada tahap
ini bibit diberi beberapa perlakuan seiring dengan pertambahan umur. Di rumah
kaca, perlakuan yang diberikan meliputi umur dan kondisi bibit, macam bahan
untuk tempat pertumbuhan bibit, cahaya, kelembapan, suhu, dan sebagainya.
Adapun perlakuan yang diberikan di tempat persemaian, yang paling penting
adalah tingkat cahaya dan penaungan untuk mengatur kelembapan. Apabila
perlakuan terakhir ini sudah berhasil, maka bibit kopi siap ditanam secara luas
di kebun. Berdasarkan hasil penelitian, bibit kopi asal kultur jaringan dapat
tumbuh dan berkembang normal seperti tanaman kopi dari benih ataupun cangkok.
Bahkan pertumbuhan dan perkembangannya lebih pesat dan waktu berbuahnya lebih
cepat dibanding tanaman dari benih maupun cangkok.
Dibanding
tanaman kopi asal benih maupun cangkok, tanaman kopi asal kultur jaringan mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu: proses pembuatannya lebih praktis, karena hanya
dilakukan dalam ruangan yang relatif kecil; bibit yang dihasilkan lebih
seragam, baik umur, tinggi maupun kondisi fisik lainnya; proses pembuatannya
berlangsung cepat, karena tidak menunggu tanaman induk sampai besar/dewasa;
dapat dihasilkan dalam jumlah besar sesuai pesanan dalam waktu relatif singkat
(Imron Riyadi).
Persiapan Lahan
Budidaya Tanaman Kopi
Pembukaan Lahan
a. Areal Hutan
Sekunder Bekas Ladang Berpindah
. Dipilih
areal hutan sekunder dengan kepemilikan jelas.
. Pembongkaran
pohon‐pohon, tunggul beserta perakarannya.
. Pembongkaran
tanaman perdu dan pembersihan gulma.
. Pembersihan
lahan, kayu‐kayu ditumpuk di satu tempat di pinggir kebun.
. Pencetakan
kebun secara hektaran.
. Pembuatan
jalan‐jalan, jembatan beserta saluran drainase.
. Pembuatan
teras‐teras pada lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 15%.
. Mengajir
dan menanam tanaman penaung sementara dan penaung tetap.
. Ajir
lubang tanam, jarak tanaman kopi arabika kate (Kartika 1 & Kartika 2) 1,25
m X 2 m atau 1,5 m X 2 m. Jarak tanam kopi jagur (AB 3, USDA 762 dan S 795)
adalah 2 m X 2,5 m atau m X 2,5 m.
. Pembuatan
lobang tanam. Ukuran lobang tergantung tekstur tanah. Makin berat tanah ukuran
lubang makin besar. Ukuran lubang yang lazim adalah 60 X 60 X 60 cm. Lubang
dibuat 6 bulan sebelum tanam. Untuk tanaman yang kurang subur dan kadar bahan
organiknya rendah, ditambahkan pupuk hijau dan pupuk kandang.
. Tutup
lubang tanam, 1 ‐ 3 bulan sebelum ditanam kopi dan dijaga agar batu‐batu, cadas
dan sisa‐sisa akar tidak masuk kedalam lubang tanam.
. Selama
persiapan lahan, pada areal yang kosong dapat ditanami beberapa jenis tanaman
semusim, misalnya kedelai, ubi jalar, jagung, kacang‐kacangan. Jenisnya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar dan iklim mikro yang ada.
. Sebelum
tanam, semprotkan larutan pupuk hayati MiG‐6PLUS pada titik‐titik penanaman.
Tahap ini diperlukan 3 liter MiG‐6PLUS perhektar.
. Tanaman
yang belum menghasilkan pemberian pupuk hayati MiG‐6PLUS dengan cara membuat
lubang disekitar pangkal batang (jarak 20‐30 cm), berikan 4 bulan sekali.
Sekali aplikasi dibutuhkan 3 liter pupuk hayati MiG‐6PLUS perhektar.
. Tanaman
yang sudah menghasilkan pemberian pupuk hayati MiG‐6PLUS dengan cara membuat
lubang disekitar pangkal batang (jarak 30 ‐ 50 cm), berikan 3 bulan sekali.
Sekali aplikasi dibutuhkan 3 liter pupuk hayati MiG‐6PLUS perhektar.
b. Areal Kebun
Aneka Tanaman
. Pemberian
tanda tanaman‐tanaman yang dipilih sebagai penaung kopi. Dipilih jenis yang
bernilai ekonomis, tajuknya mudah diatur (tahan pangkas) dan lebih baik
meneruskan cahaya diffuse. Jarak antar tanaman ± 10 m X 10 m tergantung pada
besarnya ukuran tajuk (habitus) tanaman.
. Memotong
perdu dan semua tanaman yang tidak dipilih.
. Kayu
diusahakan untuk di tumpuk di pinggir kebun.
. Membersihkan
gulma secara manual atau kimiawi.
. Ajir
lubang tanam kopi, pembuatan lubang, isi lubang dan tutup lubang sama seperti
diuraikan diatas.
c. Areal Semak
Belukar
. Pada
prinsipnya sama dengan persiapan lahan dari hutan sekunder.
. Sisa‐sisa
semak dapat ditumpuk dalam barisan‐barisan di dalam kebun (model lorong = alley
system). Lebar lorong yang bersih dari tumpukan semak 1 m dan jarak antar
lorong 4‐5 m.
. Ajir
penaung di dalam lorong, jarak antar ajir 2‐2,5 m.
. Tanam
pohon penaung.
. Ajir
lubang tanam kopi di dalam lorong, jarak 1,25 m untuk kopi kate, dan 2 m untuk
kopi jagur.
. Pembuatan
lubang tanam ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Lubang dibuat 6 (enam) bulan sebelum
tanam.
. Lubang
diisi pupuk hijau dari hasil tebasan gulma.
. Tutup
lubang tanam, 1‐3 bulan sebelum tanam bibit kopi.
. Selama
persiapan lahan tersebut di dalam lorong dapat diusahakan beberapa jenis
tanaman semusim, jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar
dan iklim mikro yang ada.
d. Pengendalian
Alang‐alang (Imperata cylindrica)
Menurut Balit
Karet Sembawa (1996), pengendalian alang‐alang dapat dilakukan secara perebahan,
mekanisme, kultur teknis, kimiawi dan terpadu.
1) Perebahan :
a. Daun dan
batang alang‐alang yang telah direbahkan akan kering dan mati tanpa merangsang
pertumbuhan tunas dan rimpang serta dapat berfungsi sebagai mulsa.
b. Perebahan
dapat menggunakan papan, potongan kayu atau drum.
c. Setelah
alang‐alang terkendali, lahan siap untuk usaha tani kopi dengan tahap‐tahap
seperti yang telah diuraikan di atas.
2) Cara Mekanis
a. Dilakukan
dengan pengolahan tanah.
b. Penebasan
dapat mengurangi persaingan alang‐alang dengan tanaman pokok tetapi hanya
bersifat sementara dan harus sering diulangi minimum sebulan sekali.
c. Setelah
alang‐alang terkendali, lahan siap untuk usaha tani kopi dengan tahapan seperti
yang telah diuraikan di atas.
3) Cara Kultur
Teknis
a. Penggunaan
tanaman penutup tanah leguminosa (PTL). Jenis‐jenis PTL yang sesuai meliputi
Centrosema pubescens, Pueraria javanica, P. triloba, C. mucunoides, Mucuna spp.
dan Stylosanthes guyanensis.
b. Semprot
alang‐alang dengan herbisida dengan model lorong, lebar lorong 2 m, jarak antar
lorong 4 m.
c. Apabila
alang‐alang sudah kering, buat dua jalur tanam sedalam 5 cm, jarak antar alur
70 cm.
d. Gunakan PTL
sesuai rekomendasj untuk daerah setempat, kebutuhan benih 2 kg/ha.
e. Benih
dicampur pupuk SP‐36 sebanyak 24 kg/ha kemudian ditaburkan di dalam alur.
f. Tutup alur
dengan tanah setebal 1 cm.
g. Alang‐alang
akan mati setelah tertutup oleh tajuk PTL.
h. Metode ini
lebih tepat untuk areal yang sudah ada tanaman pokoknya.
e. Pengendalian
Secara Terpadu (Pengolahan Tanah Minimum dan Penggunaan Herbisida)
. Semprot
alang‐alang yang sedang tumbuh aktif dengan herbisida sistemik.
. Rebahkan
alang‐alang yang sudah mati dan kering.
. Tanam
tanaman semusim dengan cara tugal sebagai pre‐cropping.
. Bersamaan
dengan itu lahan siap ditanami tanaman penaung dan tanaman kopi dengan
tahap‐tahap seperti telah diuraikan.
Penanaman
Penaung Tanaman Kopi
Ditanami
minimal satu tahun sebelum penanaman tanaman kopi.
Syarat‐syarat
Pohon Penaung
. Memiliki
perakaran yang dalam.
. Memiliki
percabangan yang mudah diatur.
. Ukuran
daun relatif kecil tidak mudah rontok dan memberikan cahaya diffus.
. Termasuk
leguminosa dan berumur panjang dan berumur panjang.
. Menghasilkan
banyak bahan organik.
. Tidak
menjadi inang hama‐penyakit kopi.
a. Penaung
Sementara Tanaman Kopi
. Jenis
tanaman penaung sementara yang banyak dipakai adalah Moghania macrophylla
(Flemingia congesta), Crotalaria spp, Tephrosia spp.
. Moghania
cocok untuk tinggi tempat 700 m dpl ke bawah.
. Untuk
daerah 1.000 m dpl ke atas sebaiknya dipakai Tephrosia atau Crotalaria.
. Untuk
komplek‐komplek nematoda dipakai Crotalaria.
. Naungan
sementara ditanam dalam barisan dengan selang jarak 2‐4 m atau mengikuti
kontur.
b. Penaung
Tetap Tanaman Kopi
. Pohon
penaung tetap yang banyak dipakai di Indonesia adalah lamtoro (Leucaena spp),
sengon (Albizia sp), dadap (Erythrina sp), Gliricidia dan cemara (Casuarina).
. Lamtoro
tidak berbiji dapat diperbanyak dengan cangkokan atau okulasi, ditanam dengan
jarak 2 m x 2,5 m, setelah besar secara berangsur‐angsur dijarangkan menjadi 4
m x 5 m.
. Sengon
digunakan pada daerah kering dan tinggi (1.000‐1.500 m dpl), seperti banyak
dijumpai di Timor‐Timur. Ditanam dengan jarak 2 m x 2,5 m kemudian setelah
besar secara berangsur‐angsur dijarangkan menjadi 10 m x 10 m.
. Cemara
banyak digunakan di Irian Jaya dan Timor‐Timur untuk daerah tinggi di atas
1.500 m dpl.
Tumpangsari
(Intercropping)
. Digunakan
untuk meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi resiko usaha tani, serta
menjamin kelangsungan pendapatan.
. Dilakukan
dengan pengusahaan tanaman semusim, (khususnya untuk lahan‐lahan datar/landai),
dan penggunaan tanaman penaung produktif.
. Jenisnya
disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar, nilai ekonomi dan iklim
mikro yang ada.
a. Tumpangsari
Tanaman Semusim Dengan Kopi
Diusahakan selama masa persiapan
lahan dan selama tanaman kopi belum menghasilkan (tajuk kopi belum saling
menutup) atau selama iklim mikro masih memungkinkan.
. Untuk
pengusahaan yang bersifat lebih permanen pada lahan datar dapat dilakukan
dengan sistem budidaya lorong (alley cropping). Pada tiap 3‐5 barisan kopi
disediakan lorong dengan Iebar 8 m untuk tanaman tumpangsari.
. Tanaman
semusim yang banyak diusahakan antara lain adalah jenis hortikultura (kubis,
kentang, wortel, tomat, dan cabe), Palawija (jagung), kacang‐kacangan dan
umbi‐umbian.
. Tanaman
jagung yang mempunyai pertumbuhan tinggi dapat juga berfungsi sebagai penaung
sementara yang efektif.
. Limbah
tanaman semusim dimanfaatkan untuk pupuk hijau atau mulsa tanaman kopi.
. b.
Pohon Penaung Produktif
. Dipilih
yang memiliki kanopi tidak terlalu rimbun, daun berukuran kecil atau sempit
memanjang agar dapat memberikan cahaya diffus dengan baik.
. Bukan
inang hama penyakit utama kopi.
. Tidak
menimbulkan pengaruh allelopati.
. Pohon
penaung produktif ditanam dengan jarak ± 10 m x 10 m tergantung ukuran
besarnya tajuk tanaman.
. Pohon
produktif yang banyak dipakai untuk kopi antara lain Macadamia dan jeruk
keprok. Untuk kopi robusta antara lain petai, jengkol dan kelapa.
. Jeruk
keprok ditanam dengan jarak 6 m x 8 m atau 8 m x 8 m. Macadamia, petai dan
jengkol ditanam dengan jarak 5 m x 5 m, kemudian secara berangsur‐angsur
dijarangkan menjadi 10 m x 10 m.
Pengendalian
Hama Penyakit Tanaman Kopi
Hama
. Nematoda
Parasit
Pratylenchus
coffeae dan Radopholus similis merupakan nematoda endoparasit yang
berpindah‐pindah. Daur hidup P.coffeae sekitar 45 hari dan R.similis sekitar 1
bulan.
Gejala: Tanaman
kopi yang terserang kelihatan kerdil, daun menguning dan gugur. Pertumbuhan
cabang‐cabang primer terhambat sehingga hanya menghasilkan sedikit bunga, bunga
premature dan banyak yang kosong. Bagian akar akar serabut membusuk, berwarna
coklat atau hitam. Pada serangan berat tanaman akhirnya mati.
Pengendalian di
pembibitan: Disarankan menggunakan cara kimiawi yaitu dengan fumigasi media
bibit menggunakan fumigan pra tanam, misalnya Basamid G dan Vapam L. Untuk
nematisida sistemik dan kontak a.l.: Curaterr 3G, Vydate 100 AS, Rhocap 10G dan
Rugby 10G.Vydate diaplikasikan dengan cara disiramkan pada bibit dengan
konsentrasi 1,0% dan dengan dosis 250 ml/bibit.
Pengendalian di
pertanaman: Penggunaan jenis kopi tahan nematoda parasit. Digunakan sebagai
batang bawah misalnya kopi ekselsa (Coffeae exelsa), klon Bgn
121.09 dan kopi
robusta klon BP 961. Cara kultur teknis: pembukaan lubang tanam, rotasi tanaman
dan pembuatan parit barier.
Pengendalian
hayati: Untuk menekan populasi nematoda menggunakan musuh alami berupa bakteri,
jamur dan nematoda predator.
Pengendalian
kimiawi: Beberapa nematisida sistemik maupun kontak yang disarankan a.l.
karbofuran (Curaterr 3G–35 g / tanaman), oksamil (Vydate 100 AS 1,0% 1 – 2.5 l
/ tanaman) dan etoprofos (Rhocap 10G ‐ 25 g / tanaman). Aplikasi diulang tiap
tiga bulan.
• Hama
Penggerek Buah Kopi
Serangga dewasa
penggerek buah kopi atau bubuk buah kopi (BBK), Hypothenemus hampei
(Coleoptera, Scolytidae) berwarna hitam kecoklatan, panjang yang betina sekitar
2 mm dan yang jantan 1,3 mm. Telur diletakkan dalam buah kopi yang bijinya
mulai mengeras, umur stadium telur 5 – 9 hari. Lama stadium larva 10 – 26 hari,
prapupa 2 hari dan stadium pupa 4 – 9 hari. Masa perkembangan dari telur sampai
dewasa 25 – 35 hari. Lama hidup serangga betina rata‐rata 156 hari dan serangga
jantan maksimum 103 hari.
Gejala:
Serangga BBK masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat lubang di sekitar
diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah, serangan pada buah yang
cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang‐lubang dan bermutu rendah.
Pengendalian:
Pengendalian
secara kultur teknis: Memutus daur hidup BBK, meliputi tindakan : Petik bubuk,
yaitu mengawali panen dengan memetik semua buak masak yang terserang bubuk 15
–30 hari menjelang panen besar.
Lelesan, yaitu
pemungutan buah kopi yang jatuh di tanah baik terhadap buah terserang maupun
buah tidak terserang, selanjutnya buah juga direndam dalam air panas. Racutan /
rampasan, yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon pada akhir panen. Semua
buah hasil petik bubuk, lelesan dan racutan direndam air panas 5 menit.
Pengaturan naungan untuk menghindari kondisi pertanaman terlalu gelap yang
sesuai bagi perkembangan BBK.
Pengendalian
secara biologi: Menggunakan parasitoid Cephalonomia stephanoderis dan jamur
patogen (Beauveria bassiana). Aplikasi B.bassiana dianjurkan dengan dosis 2,5
kg biakan padat per hektar selama tiga kali aplikasi per musim panen. Penggunaan
tanaman yang masak serentak : Varietas USDA 230731 dan USDA 230762.
Penyakit
Tanaman Kopi
. Penyakit
Karat Daun pada Tanaman Kopi
Penyakit karat
daun yang disebabkan oleh patogen Hemileia vastatrix B. et. Br. merupakan
penyakit utama pada tanaman kopi arabika.
Tanaman sakit
ditandai oleh adanya bercak‐bercak berwarna kuning muda pada sisi bawah
daunnya, kemudian berubah menjadi kuning tua. Di bagian ini terbentuk tepung
berwarna jingga cerah (oranye) dan tepung dan ini adalah uredospora jamur H.
vastatrix Bercak yang sudah tua berwarna coklat tua sampai hitam, dan kering.
Daun‐daun yang terserang parah kemudian gugur dan tanaman menjadi gundul.
Tanaman yang demikian menjadi kehabisan cadangan pati dalam akar‐akar dan
rantingrantingnya, akhirnya tanaman mati.
Dalam pembiakan
dan penyebarannya, H vastatrix menggunakan uredospora yang mula‐mula berbentuk
bulat, kemudian berubah menjadi memanjang dan bentuknya mirip dengan juring
buah jeruk. Uredospora yang telah masak berwarna jingga, pada sisi luarnya
dibagian yang cembung mempunyai duri‐duri. Penyebaran oredospora dari pohon ke
pohon terjadi karena benturan bantuan percikan air menyebabkan uredospora
sampai pada sisi bawah daun. Infeksi jamur terjadi lewat mulut‐mulut daun yang
terdapat pada sisis bawah daun. Dalam proses infeksinya uredospora mula‐mula
membentuk buluh kecambah, kemudian membentuk apresorium di depan mulut kulit,
selanjutnya jamur mengadakan penetrasi kedalam jaringan jamur. Disamping
bantuan air, beberapa agensia lain yang berpotensi membantu menyebarkan
uredosspora adalah angin, spesies trips tertentu, burung dan manusia.
Pada kopi
robusta, penyakit ini tidak menjadi masalah, sedangkan pada kopi arabika
penyakit ini menjadi masalah utama. Cara pengendalian penyakit sementara ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu menanam jenis‐jenis kopi arabika yang tahan
sepertio S 333, S 288 dan S 795, dan pengendalian dengan Fungisida Dithane M‐45
dengan dosis 2 gr/liter air.
• Penyakit
Bercak Daun Cercospora
Penyebab
penyakit ini adalah jamur Cercospora coffeicola B.et Cke. C.coffeicola
mempunyai konidium berbentuk gada, ukurannya ada yang pendek dan ada juga yang
panjang. Konidia dibentuk pad permukaan bercak, berbentuk seperti tepung
berwarna abu‐abu.
Gejala:
Serangan dapat
terjadi pada daun maupun pada buah. Pada daun yang sakit timbul bercak,
mula‐mula berwarna kuning tapi bercak dikelilingi halo berwarna kuning. Pada
buah yang terserang timbul bercak berwarna coklat, biasanya pada sisi yang
lebih banyak menerima cahaya matahari. Pembusukan pada bagian yang berbecak
dapat sampai ke biji sehingga dapat menurunkan kualitas.
Pengendalian:
Secara kultur
teknis, dengan memberi naungan yang cukup, pemupukan berimbang dan pengurangan
kelembaban kebun melalui pemangkasan dan pengendalian gulma. Secara kimiawi,
melalui penyemprotan dengan Bavistin 50 WP 0,2%, Cupravit OB 21 0,35%, Dithane
M 45 80 WP 0,2%, Delsene MX 200 0,2% formulasi.
• Penyakit
Jamur Upas
Penyakit jamur
upas disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor B.et Br. C.salmonicolor
mempunyai basidium yang tersusun parallel pada stadium kortisium. Basidium
berbentuk gada pada ujungnya terbentuk empat sterigmata yang mendukung
basidiospora.
Gejala:
Cabang atau
ranting yang terserang layu mendadak. Serangan dapat terjadi pada cabang yang
di bawah, tengah maupun di ujung pohon, bahkan dapat terjadi pada batang.
Stadium sarang laba‐laba, berupa lapisan hifa tipis, berbentuk seperti jala
berwarna putih perak. Stadium bongkol berupa gambaran hifa berwarna putih
biasanya dibentuk
pada lentisel
atau pada celah‐celah. Stadium kortisium berupa lapisan kerak berwarna merah
jambu, terdiri atas lapisan himenium, biasanya dibentuk pad sisi bawah cabang
atau sisi cabang yang agak ternaung. Stadium nekator berupa bintil‐bintil kecil
berwarna orange kemerahan merupakan sporodokhia jamur upas. Stadium nekator
terdapat pad cabang yang tidak terlindung.
Pengendalian:
Batang atau
cabang sakit yang ukurannya masih kecil (diameter < 1 cm) dipotong 10 cm di
bawah pangkal di bagian yang sakit. Potongan‐potongan batang dan cabang yang
sakit dikumpulkan kemudian dibakar. Batang atau cabang sakit yang ukurannya
sudah cukup besar, apabila serangannya masih awal, bagian yang sakit cukup
diolesi dengan fungisida Calixin RM atau Copper Sandoz 0,4% formulasi. Apabila
serangannya sudah lanjut, batang atau cabang yang sakit dipotong, sisa cabang
atau batang yang dipotong dan cabang‐cabang di sekitarnya diolesi dengan
fungisida Calixin RM atau Copper Sandoz.
Panen Kopi
Pemanenan buah
kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah yang telah masak. Ukuran
kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna
hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan berwarna
merah saat masak penuh dan menjadi kehitam‐hitaman setelah masak penuh
terlampaui (over ripe).
Kematangan buah
kopi juga dapat dilihat dari kekerasan dan komponen senyawa gula di dalam
daging buah. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir
serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis.
Sebaliknya daging buah muda sedikit keras, tidak berlendir dan rasanya tidak
manis karena senyawa gula masih belum terbentuk maksimal. Sedangkan kandungan
lendir pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian senyawa
gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi.
Tanaman kopi
tidak berbunga serentak dalam setahun, karena itu ada beberapa cara pemetikan:
1. Pemetikan selektif dilakukan
terhadap buah masak.
2. Pemetikan setengah selektif
dilakukan terhadap dompolan buah masak.
3. Secara lelesan dilakukan terhadap
buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
4. Secara racutan/rampasan merupakan
pemetikan terhadap semua buah kopi yang masih hijau, biasanya pada pemanenan
akhir.