Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa dijadikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa “Bogor” berarti pohon kawung dan kata kerja “dibogor” berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, “pabogoran” berarti kebun kaung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, L “Bogor” berarti “droogetapte kawoeng” (pohon enau yang telah habis disadap) atau “bladerlooze en taklooze boom” (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata “pugur” atau “pogor”.
Akan tetapi dalam bahasa Sunda
“muguran” dengan “mogoran” berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon
yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di
rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor
itu berarti “pamogoran” bisa dianggap terlalu iseng.
Setelah sekian lama hilang dari
percaturan historis yang berarti kurang lebih selama satu abad sejak 1579, kota
yang pernah berpenghuni 50.000 jiwa itu menggeliat kembali menunjukkan
ciri-ciri kehidupan. Reruntuhan kehidupannya mulai tumbuh kembali berkat
ekspedisi yang berturut-turut dilakukan oleh Scipio pada tahun 1687, Adolf
Winkler tahun 1690 dan Abraham van Riebeeck tahun 1704, 1704 dan 1709. Dalam
memanfaatkan wilayah yang dikuasainya, VOC perlu mengenal suatu wilayah
tersebut terlebih dahulu. Untuk meneliti wilayah dimaksud, dilakukan ekspedisi
pada tahun 1687 yang dipimpin Sersan Scipio dibantu oleh Letnan Patinggi dan
Letnan Tanujiwa, seorang Sunda terah Sumedang.
Dari ekspedisi tersebut serta
ekspedisi lainnya, tidak ditemukannya pemukiman di bekas ibukota kerajaan,
kecuali di beberapa tempat, seperti Cikeas, Citeureup, Kedung Halang dan Parung
Angsana. Pada tahun 1687 juga, Tanujiwa yang mendapat perintah dari Camphuijs
untuk membuka hutan Pajajaran, akhirnya berhasil mendirikan sebuah perkampungan
di Parung Angsana yang kemudian diberi nama Kampung Baru. Tempat inilah yang
selanjutnya menjadi cikal bakal tempat kelahiran Kabupaten Bogor yang didirikan
kemudian. Kampung-kampung lain yang didirikan oleh Tanujiwa bersama anggota
pasukannya adalah: Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati,
Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar. Dengan adanya Kampung Baru
menjadi semacam Pusat Pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya.
Dokumen tanggal 7 November 1701
menyebut Tanujiwa sebagai Kepala Kampung Baru dan kampung-kampung lain yang
terletak di sebelah hulu Ciliwung, De Haan memulai daftar bupati-bupati Kampung
Baru atau Buitenzorg dari tokoh Tanujiwa (1689-1705), walaupun secara resmi
penggabungan distrik-distrik baru terjadi pada tahun 1745.
Pada tahun 1745 Bogor ditetapkan
Sebagai Kota Buitenzorg yang artinya kota tanpa kesibukan dengan sembilan buah
kampung digabungkan menjadi satu pemerintahan dibawah Kepala Kampung Baru yang
diberi gelar Demang, daerah tersebut disebut Regentschap Kampung Baru yang
kemudian menjadi Regentschap Buitenzorg. Sewaktu masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Baron van Imhoff (1740) dibangunlah tempat peristirahatan, pada lokasi
Istana Bogor sekarang yang diberi nama Buitenzorg.
Pada tahun 1752 tersebut, di Kota
Bogor belum ada orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan
tahun 1817. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada
lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh
penduduk disebut Pasar Bogor (sampai sekarang) Pada tahun 1808, Bogor
diresmikan sebagai pusat kedudukan dan kediaman Resmi Gubernur Jenderal. Tahun
1904 dengan keputusan Gubernur Jendral Van Nederland Indie Nomor 4 tahun 1904
Hoofplaats Buitenzorg mencantumkan luas wilayah 1.205 yang terdiri dari 2
Kecamatan & 7 Desa, diproyeksikan untuk 30.000 Jiwa .
Pada tahun 1905 Buitenzorg diubah
menjadi GEMMENTE berdasarkan Staatblad 1926 yg kemudian disempurnakan dengan Staatblad
1926 Nomor 328.
Tahun 1924 dengan keputusan
Gubernur Jendral Van Nederland Indie Nomor 289 tahun 1924 ditambah dengan desa
Bantar jati dan desa Tegal Lega seluas 951 ha, sehingga mencapai luas 2.156 ha,
diproyeksikan untuk 50.000 Jiwa.
Perkembangan selanjutnya, pada
tahun 1941, Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan mendapat otonominya
sendiri. Keputusan dari gubernur Jendral Belanda di Hindia Belanda No. 11 tahun
1866, No. 208 tahun 1905 dan No. 289 tahun 1924 menyebutkan bahwa wilayah Bogor
pada waktu itu seluas 22 Km persegi, terdiri dari 2 sub distrik dan 7 desa.
Berdasarkan UU No. 16 tahun 1950
Kota Bogor ditetapkan menjadi Kota besar dan Kota Praja yang terbagi dalam 2
wilayah Kecamatan & 16 lingkungan. Tahun 1981 jumlah Kelurahan menjadi 22
Kelurahan, 5 kecamatan & 1 Perwakilan kecamatan.
Terakhir berdasarkan PP. No.
44/1992 Perwakilan Kecamatan Tanah Sareal ditingkatkan statusnya menjadi
Kecamatan, Kini terdapat 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan.
Ditengah-tengah kota terdapat
Kebun Raya Bogor yang dibangun sejak Tahun 1817 oleh seorang ahli botani yaitu
Prof. Dr. RC. Reinwardth dengan luas 87 Ha dan terdapat 20.000 jenis tanaman
yang tergolong dalan 6000 Species dan merupakan Kebun Raya terbesar di Asia
Tenggara.