Bengkulu (dulu dikenal sebagai
Bencoolen, Benkoelen, atau Bengkulen, beberapa menyebutnya Bangkahulu) adalah
sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, Indonesia. Di sebelah utara
berbatasan dengan Sumatra Barat, di sebelah timur dengan Jambi dan Sumatra
Selatan sedangkan di sebelah selatan dengan Lampung.
Nama “Bencoolen” diperkirakan
diambil dari sebuah nama bukit di Cullen, Skotlandia, Bin of Cullen (atau
variasinya, Ben Cullen). Penamaan ini kurang berdasar karena bukanlah tabiat
bangsa Melayu untuk menamakan daerahnya dengan nama daerah yang tidak
dikenal[rujukan?], apalagi asal nama itu dari Skotlandia yang jauh disana.
Sumber tradisional menyebutkan
bahwa Bengkulu atau Bangkahulu berasal dari kata ‘Bangkai’ dan ‘Hulu’ yang
maksudnya ‘bangkai di hulu’. Konon menurut cerita, dulu pernah terjadi perang
antara kerajaan-kerajaan kecil yang ada di Bengkulu. dan dari pertempuran itu
banyak menimbulkan korban dari kedua belak pihak di hulu sungai Bengkulu.
Korban-korban perang inilah yang menjadi bangkai tak terkuburkan di hulu sungai
tersebut maka tersohorlah sebutan Bangkaihulu yang lama-kelamaan berubah
pengucapan menjadi Bangkahulu atau Bengkulu. Penamaan seperti ini mirip dengan
kisah perang antara pasukan Majapahit dengan pasukan Pagaruyung di Padang
Sibusuk, daerah sekitar bekas wilayah kerajaan Dharmasraya, yang juga
mengisahkan bahwa penamaan Padang Sibusuk itu dari korban-korban perang yang
membusuk di medan perang.
Sejarah
Di wilayah Bengkulu sekarang
pernah berdiri kerajaan-kerajaan yang berdasarkan etnis seperti Kerajaan Sungai
Serut, Kerajaan Selebar, Kerajaan Pat Petulai, Kerajaan Balai Buntar, Kerajaan
Sungai Lemau, Kerajaan Sekiris, Kerajaan Gedung Agung, dan Kerajaan Marau
Riang. Di bawah Kesultanan Banten, mereka menjadi vazal.
Sebagian wilayah Bengkulu, juga
pernah berada dibawah kekuasaan Kerajaan Inderapura semenjak abad ke-17.
British East India Company (EIC)
sejak 1685 mendirikan pusat perdagangan lada Bencoolen dan kemudian gudang
penyimpanan di tempat yang sekarang menjadi Kota Bengkulu. Saat itu, ekspedisi
EIC dipimpin oleh Ralph Ord dan William Cowley untuk mencari pengganti pusat
perdagangan lada setelah Pelabuhan Banten jatuh ke tangan VOC, dan EIC dilarang
berdagang di sana. Traktat dengan Kerajaan Selebar pada tanggal 12 Juli 1685
mengizinkan Inggris untuk mendirikan benteng dan berbagai gedung perdagangan.
Benteng York didirikan tahun 1685 di sekitar muara Sungai Serut.
Sejak 1713, dibangun benteng Marlborough
(selesai 1719) yang hingga sekarang masih tegak berdiri. Namun demikian,
perusahaan ini lama kelamaan menyadari tempat itu tidak menguntungkan karena
tidak bisa menghasilkan lada dalam jumlah mencukupi.
Sejak dilaksanakannya Perjanjian
London pada tahun 1824, Bengkulu diserahkan ke Belanda, dengan imbalan Malaka
sekaligus penegasan atas kepemilikan Tumasik/Singapura dan Pulau Belitung).
Sejak perjanjian itu Bengkulu menjadi bagian dari Hindia Belanda.
Penemuan deposit emas di daerah
Rejang Lebong pada paruh kedua abad ke-19 menjadikan tempat itu sebagai pusat
penambangan emas hingga abad ke-20. Saat ini, kegiatan penambangan komersial
telah dihentikan semenjak habisnya deposit.
Pada tahun 1930-an, Bengkulu
menjadi tempat pembuangan sejumlah aktivis pendukung kemerdekaan, termasuk
presiden Soekarno. Di masa inilah Soekarno berkenalan dengan Fatmawati yang
kelak menjadi isterinya.
Setelah kemerdekaan Indonesia,
Bengkulu menjadi keresidenan dalam provinsi Sumatera Selatan. Baru sejak
tanggal 18 November 1968 ditingkatkan statusnya menjadi provinsi ke-26 (termuda
sebelum Timor Timur).