Cyber Savvy adalah seberapa besar tingkat kesadaran dan kewaspadaan kita untuk mengetahui dan memahami resiko berkeliaran di dunia maya. Tidak bisa dipungkiri lagi kalau sekarang ini kita sangat tergantung pada dunia cyber, semuanya serba digital.
Keselamatan pengguna dalam lingkungan digital tergantung pada sejumlah faktor. Pertama, tergantung pada kemampuan pengguna untuk membuat keputusan yang tepat. Kebiasaan online pengguna dapat membantu melindungi identitas digital, uang serta data pribadi Anda (cyber savvy) atau sebaliknya bisa menjadikan kesemuanya itu mangsa yang mudah bagi penjahat.
Kaspersky Lab ingin menyoroti permasalahan ini dengan sebuah tes yang dapat membantu pengguna mengevaluasi tingkat kemahiran cyber pengguna dan memahami jika perilaku mereka di internet itu aman atau tidak.
sudahkah kita cyber savvy? Apakah kita sudah melindungi identitas digital, uang dan data pribadi kita saat berselancar? Jika tidak, kita bisa jadi mangsa empuk bagi penjahat cyber.
sudahkah kita cyber savvy? Apakah kita sudah melindungi identitas digital, uang dan data pribadi kita saat berselancar? Jika tidak, kita bisa jadi mangsa empuk bagi penjahat cyber.
Cyber Savvy punya kebiasaan berikut:Menurut survei tahunan, Consumer Security Risks Survey 2015, pengguna internet semakin merasa khawatir tentang ancaman cyber dan menyimpan lebih banyak lagi informasi pribadi pada perangkat mereka, tetapi ironisnya mereka juga tidak menjadi lebih berhati-hati.
- Melindungi perangkatnya dengan password dan solusi sekuriti
- Meng-update OS dan app terhadap celah kerentanan
- Online melalui titik aman dengan menggunakan VPN (virtual private network)
- Menggunakan password yang sulit ditebak dan otentikasi dua-faktor
- Meng-instal app secara bijaksana dan membatasi ijin
- Mengaktifkan seting proteksi privasi pada browser
- Mengecek keabsahan koneksi website dan HTTPS
- Menggunakan messenger dengan enkripsi end-to-end
- Menggunakan filter privacy layer
- Membuat backup dan mengenkripsinya.
Misalnya, persentase responden yang bersedia untuk memasukkan data-data pribadi atau keuangan di website yang mereka tidak yakin keabsahannya mengalami sedikit peningkatan sejak 2014, dari 30% menjadi 31%. Sementara itu jumlah pengguna yang merasa yakin mereka tidak akan menjadi target serangan cyber melonjak dari 40% menjadi 46%.
Pada saat yang sama, pengguna internet seringkali tidak mengenali potensi ancaman ketika mereka berhadapan dengan salah satunya. Hal ini merupakan hasil pengujian yang dilakukan oleh Kaspersky Lab yang melibatkan 18.000 orang di seluruh dunia.
Tes ini menempatkan responden pada beberapa situasi berpotensi berbahaya yang terjadi secara teratur di internet misalnya saja ketika mereka berselancar di web, mengunduh file atau melihat situs jejaring sosial. Setiap skenario menawarkan beberapa pilihan jawaban. Berdasarkan pada akibat negatif yang mungkin terjadi, maka setiap jawaban diberikan skor -- semakin aman pilihan pengguna, maka semakin tinggi skor yang didapatkan, dan sebaliknya.
Perwakilan dari 16 negara mencetak rata-rata 95 poin dari kemungkinan 150. Ini berarti mereka hanya memilih setengah pilihan aman pada situasi hipotetis; sementara di situasi yang tersisa mereka membuat dirinya berisiko terkena konsekuensi yang tidak menyenangkan misalnya saja seperti kebocoran informasi rahasia.
Selama pengujian hanya 24% responden saja yang mampu mengidentifikasi halaman web asli tanpa memilih halaman phishing (palsu). Sementara, 58% dari mereka yang disurvei hanya memilih situs phishing, yang memang dirancang untuk mencuri kredensial seseorang, tanpa memilih halaman asli.
Tes ini juga menemukan bahwa ketika menerima email mencurigakan, setiap pengguna kesepuluh akan membuka file terlampir tanpa memeriksanya terlebih dahulu hal ini sama saja dengan meluncurkan program jahat secara manual dalam banyak kasus. Dan sisa 19% responden akan menonaktifkan solusi keamanan jika tiba-tiba mencoba untuk mencegah instalasi program karena bisa berbahaya.
Tags:
Teknologi