Madiun merupakan suatu wilayah
yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng
Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata “medi” (hantu) dan
“ayun-ayun” (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan
“Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua
karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung
Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonosari.
Sejak awal Madiun merupakan
sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah
Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di
tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada
masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang
membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Beberapa peninggalan keadipatian
Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, dimana terdapat makam
Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati
Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak
disekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Sejak masa Hindia Belanda, Madiun
adalah suatu gemeente yang berpemerintahan sendiri (swapraja) karena komunitas
Belanda yang bekerja di berbagai perkebunan dan industri tidak ingin diperintah
oleh Bupati (yang adalah orang Jawa). Sebagai suatu kota swapraja, Madiun
didirikan 20 Juni 1918, dengan dipimpin pertama kali oleh asisten residen
Madiun. Baru sejak 1927 dipimpin oleh seorang walikota. Berikut adalah walikota
Madiun sejak 1927:
1. Mr. K. A. Schotman
2. J.H. Boerstra
3. Mr. L. van Dijk
4. Mr. Ali Sastro Amidjojo
5. Dr. Mr. R. M. Soebroto
6. Mr. R. Soesanto Tirtoprodjo
7. Soedibjo
8. R. Poerbo Sisworo
9. Soepardi
10. R. Mochamad
11. R. M. Soediono
12. R. Singgih
13. R. Moentoro
14. R. Moestadjab
15. R. Roeslan Wongsokoesoemo
16. R. Soepardi
17. Soemadi
18. Joebagjo
19. R. Roekito, B.A. (Pjs.
Walikota)
20. Drs. Imam Soenardji ( 1968 –
1974 )
21. Achmad Dawaki, B.A. ( 1974 –
1979 )
22. Drs. Marsoedi ( 1979 – 1989 )
23. Drs. Masdra M. Jasin ( 1989 –
1994 )
24. Drs. Bambang Pamoedjo ( 1994
– 1999 )
25. Drs. H. Achmad Ali ( 1999 –
2004 )
26. Kokok Raya, S.H., M.Hum. (
2004 – 2009 )
27. H. Bambang Irianto, SH.MM (
2009- sekarang )
Kota Madiun dahulu merupakan
pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo,
dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih
dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama
berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1948, terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun, yang dipimpin oleh Musso.
Kota Madiun, adalah sebuah kota
di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 169 km sebelah Barat Kota
Surabaya, atau 114 km sebelah Timur Kota Surakarta. Di Kota ini terdapat pusat
industri kereta api (INKA). Madiun dikenal memiliki Lapangan Terbang Iswahyudi,
yakni salah satu pangkalan utama AURI, meski sebenarnya terletak di Kabupaten
Magetan. Madiun memiliki julukan Kota Gadis
Pada 2007, jumlah penduduk Kota
Madiun mengalami pertumbuhan rata-rata sebanyak 1 persen. Jumlah penduduk
berdasarkan usia cukup dinamis. Usia di bawah 15 tahun, jumlah penduduk
laki-laki lebih tinggi dari jumlah perempuan, tetapi untuk usia antara 15
sampai 19 lebih banyak perempuan. Demikian juga untuk usia 50 tahun ke atas,
jumlah perempuan jauh lebih besar dari pada jumlah laki-laki.
Secara geografis Kota Madiun
terletak pada 111° BT – 112° BT dan 7° LS – 8° LS dan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Madiun di sebelah utara, sebelah selatan dengan Kecamatan
Geger, sebelah timur dengan Kecamatan Wungu, dan sebelah barat dengan Kecamatan
Jiwan. Wilayah Kota Madiun mempunyai luas 33,23 Km² terbagi menjadi 3 (tiga)
kecamatan yaitu Kecamatan Manguharjo, Kecamatan Taman, dan Kecamatan
Kartoharjo. Dengan luas masing-masing Kecamatan Manguharjo 10,04 Km², Kecamatan
Taman 12,46 Km², dan Kecamatan Kartoharjo 10,73 Km². Masing-masing kecamatan
tersebut terdiri atas 9 kelurahan sehingga terdapat 27 kelurahan di Kota
Madiun.
Kota Madiun terletak pada daratan
dengan ketinggian 63 meter hingga 67 meter dari permukaan air laut. Daratan
dengan ketinggian 63 meter dari permukaan air laut terletak di tengah,
sedangkan daratan dengan ketinggian 67 meter dari permukaan air laut terletak
di sebelah di selatan. Rentang temperatur udara antara 20°C hingga 35°C.
Rata-rata curah hujan Kota Madiun turun dari 210 mm pada tahun 2006 menjadi 162
mm pada tahun 2007. Rata-rata curah hujan tinggi terjadi pada bulan-bulan di
awal tahun dan akhir tahun, sedangkan rata-rata curah hujan rendah terjadi pada
pertengahan tahun.
Madiun berada pada ketinggian 63
m dpl. Kota Madiun hampir berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Madiun, serta
dengan Kabupaten Magetan di sebelah Barat Daya. Kali Madiun mengalir di kota
ini, merupakan salah satu anak sungai terbesar Bengawan Solo.
Dalam periode 2003-2007,
rata-rata lama sekolah di Madiun mencapai 9,5 sampai 10,32 tahun atau sampai
kelas 10 (setingkat SLTP). Masih jauh dari kebutuhan SDM untuk mendukung
pertumbuhan sebuah kota yang berbasis sektor jasa dan perdagangan. Namun
demikian, angka tersebut jauh di atas rata-rata Propinsi Jawa Timur yang
mencapai 6,5 sampai 7,06 tahun.
Madiun terkenal dengan produk
unggulannya makanan brem. Salah satu makanan khas Madiun adalah Pecel Madiun,
serta sambal pecel madiun. Kota Madiun juga merupakan pelestari budaya
tradisional, yaitu pencak silat. Dimana merupakan salah satu kekayaan seni
beladiri di Indonesia. Bentuk-bentuk pelestarian itu seperti masih adanya
berbagai organisasi pencak silat yang asli Madiun seperti Setia Hati yang
merupakan salah satu perguruan pencak silat tertua di Indonesia yang turut
membentuk alur aliran pencak silat di Indonesia, Setia Hati Terate yang dapat
dikatakan sebagai organisasi pencak silat terbesar di Indonesia yang turut
membidani lahirnya IPSI ( termasuk 10 perguruan historis IPSI bersama Setia
Hati Organisasi – Semarang ), Setia Hati Tattuhu Tekad, Setia Hati Tunas Muda
Winongo, OCC Pangastuti, Ki Ageng Pandan Alas dan IKSPI Kera Sakti.
Pendapatan Domestik Regional
Bruto 2007 tercatat sebesar Rp 995 milyar. Dengan jumlah penduduk mencapai 173
ribu jiwa, pendapatan per kapita rata-rata mencapai Rp 5,7 juta per tahun atau
sekitar Rp 500 ribu per bulan. Jauh di bawah rata-rata pendapatan per kapita
nasional yang mencapai sekitar $1800 per kapita per tahun.
Kekuatan anggaran pemerintah kota
madiun (APBD) pada 2007 mencapai Rp.354 milyar, di mana Rp 87 milyar untuk
belanja publik. Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk, APBD per kapita
mencapai Rp 501 ribu per tahun.
Posisinya yang cukup strategis
menjadikan Madiun berada di jalur utama Surabaya-Yogyakarta. Kota ini juga
menjadi persimpangan jalur menuju Ponorogo dan Pacitan ke arah selatan. Oleh
karena itu, Kota Madiun ditetapkan sebagai wilayah hinterland atau pusat ekonomi
untuk daerah sekitarnya dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (Perda No 6/2007).
Selama periode 2003-2007,
sektor-sektor primer mengalami penyusutan dari 2,61% menjadi 2,18%. Sektor
sekunder (industri) juga mengalami penyusutan dari 40% menuju 39%. Sektor
tersier meningkat dari 57,32% menjadi 58,45%, yang semakin menegaskan arah
pertumbuhan Kota Madiun sebagai pusat perdagangan untuk daerah sekitarnya.
Sebagai pusat perekonomian Jatim
sebelah barat, angkutan antarkota dilayani oleh bus dan kereta api. Madiun
dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa. Stasiun Madiun merupakan
yang terbesar di kawasan Jawa Timur bagian barat, dan di terdapat pusat
industri kereta api Indonesia (PT INKA).
Persentase penduduk miskin di
Kota Madiun jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di
Jawa Timur. Sejak terjadi kenaikan persentase penduduk miskin pada tahun 2004
di Kota Madiun yaitu dari 7,9 menjadi 8,7 selanjutnya pada tahun-tahun
berikutnya persentase penduduk miskin selalu mengalami penurunan seperti yang
diharapkan oleh pemerintah. Tahun 2005 penduduk miskin Kota Madiun turun 0,64
persen dari tahun 2004 disaat penduduk miskin di Jawa Timur naik sebesar 3,44
persen. Kemudian turun secara sangat signifikan pada tahun 2006 menjadi 6,32
dan tahun 2007 menjadi 5,59 persen.